TANGERANG,LAPAKBERITA.ID – Sosial Media diramaikan soal keluhan orang tua siswa yang dimintai iuran sebesar Rp 10 ribu oleh pihak sekolah di Kota Tangerang, untuk membeli wadah makan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Para orang tua mempertanyakan adanya pungutan uang, sedangkan program pemerintah pusat tersebut sudah dinyatakan gratis. Hal inipun mendapat sorotan dari pengamat.
Adib Miftahul kebijakan publik dari Universitas Islam Syeh Yusuf (Unis) mengatakan, program MBG ini merupakan salah satu janji Kampanye President Prabowo Subianto dan menjadi program Monumental.
Pelaksanaannya didukung Insfarastruktur yang baik, termasuk melibatkan TNI untuk memastikan kelancaran program tersebut.
“Jadi seharusnya tidak ada pungutan Tambahan dalam bentuk apapun,” jelasnya. Rabu (15/1/2025).
Adib menyikapi potensi masalah dalam komunikasi terkait pelaksanaan program ini.
“Kadang, Informasi yang tersebar di masyarakat tidak holistik dan tidak komprehensif. Akibatnya, muncul isyu liar yang memicu keresahan, seperti dugaan adanya pungutan di program makan gratis ini,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya transparansi dari pihak sekolah untuk menghindari kesalahpahaman.
“Jika ada pihak memungut biaya, itu sangat disayangkan. Harusnya program ini tetap berjalan sesuai tujuan awal, yakni memberikan manfaat langsung kepada siswa tanpa menambah beban bagiaayarakat,” tegas Adib.
Adib menekankan, pendampingan TNI dalam pelaksanaan program MBG, seharusnya mampu mencegah segala bentuk penyimpangan.
“Keberadaan TNI menunjukan komitmen pemerintah dalam menjaga kelancaran program ini. Kalau sampai ada Pungli, saya kira ini keberanian luar biasa dari pihak yang melakukannya, mengingat ada pengawasan ketat, “kata Adib.
Adib juga menyoroti lambannya respons dari pihak sekolah terkait Isyu ini.
“Jika benar ada laporan atau keluhan dari masyarakat, pihak sekolah harus segera memberikan Klarifikasi. Ketidak hadiran komunikasi justru bisa memperkeruh suasana,” Pungkasnya.
Sementara itu, Khikmawanto, Direktur Eksekutif Renaissance Institut menilai, program Makan Bergizi Gratis dari President Prabowo ini kurang efektif jika diterapkan didaerah perkotaan seperti Kota Tangerang.
Program tersebut lebih cocok didaerah pedesaan atau pelosok. Sebab, konteks kebutuhan dan manfaat program ini berbeda antara wilayah perkotaan dan pedalaman.
“Dikota-kota, pola makan masyarakat cenderung lebih terjamin. Anak-anak diperkotaan, misalnya, sudah terbiasa mengonsumsi makanan bergizi seperti ayam secara rutin,” kata Kaprodi ilmu pemerintahan Universitas Yuppentek Indonesia ini.
Sementara itu, pedesaan, apa lagi diwilayah tertinggal seperti Papua, konsumsi makanan bergizi seperti ayam masih dianggap sebagai kemewahan.
“Di pedalaman, ketika Anak-anak yang biasa makan ubi diberikan ayam atau makanan bergizi lain, mereka sangat bersyukur. Hali ini menunjukan bahwa, program ini lebih memberikan dampak nyata wilayah tersebut,” jelasnya.
Setidaknya didaerah pelosok, akses dan kemampuan ekonomi sering menjadi kendala dalam menyediakan makanan sehat.
“Kalau kita pukul rata, program ini justru bisa kurang tepat sasaran di kota. Program makan bergizi sebaiknya diprioritaskan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan yaitu, masyarakat didaerah terpencil,” tambahnya.
Ia juga menyoroti fenomena menikmati kemiskinan yang sering terjadi diperkotaan. Fenomena ini merujuk pada sikap masyarakat yang tetap mengandalkan bantuan sosial meskipun sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan sendiri.
Hal ini menurut Khikmawanto menjadi tantangan dalam memastikan program seperti makan bergizi gratis benar-benar menyentuh pihak yang membutuhkan.
“Pemerintah lebih memperhatikan program bantuan ini,dengan focus utama pada daerah-daerah yang memang memerlukan dukungan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakatnya,” paparnya.
Ia juga menekankan, perlunya pengawasan agar program ini berjalan sesuai sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak (Dang)