BANGKALAN, LAPAKBERITA.ID -Rumah Advokasi Rakyat (RAR) melakukan audiensi ke Kapolres Bangkalan, terkait dengan penetapan tersangka terhadap seorang ibu berinisial S yang berusia sekitar 60 tahun, atas kasus duagaan pengancaman.
Ibu yang juga isteri pengayuh becak itu, dilaporkan para pemuda yang mengaku sebagai aktivis LSM, karena dianggap melakukan pengancaman.
‘’Kasusnya agak aneh. Pemuda-pemuda yang katanya aktivis ini mengaku diancam oleh seorang ibu tua dengan menggunakan clurit, dari jarak sekitar 30 meter,’’ kata Risang selaku Pimpinan RAR.
Gara-garanya, aktivis-aktivis masuk ke pekarangan rumah ibu tua ini, menggali teras rumah ibu tua ini, memukul-mukul tiang rumah ibu tua ini dengan linggis dan menutup akses jalan keluar masuk rumah ibu tua tersebut.
‘’Sudah kita pastikan kalau rumah ibu ini bersertifikat hak milik (SHM) tahun 2019 dan bangunan rumah ibu ini dibangun sesuai patok tanah yang ada. Sedangkan para aktivis ini mengklaim kalau rumah ibu ini melanggar batas tanah milik salah satu dari mereka,’’ ujar RIsang. Nah, yang jadi aneh, tidak ada dokumen tanah apapun atas nama mereka yang membuktikan kalau aktivis tersebut punya tanah yang bersebelahan dengan SHM ibu tersebut.
Peristiwa pengancaman itu terjadi pada Desember 2022. Pagi hari, sekitar 4 sampai lima orang yang mengaku aktivis dan pemilik tanah, masuk ke pekarangan ibu S, menggali teras rumahnya, berteriak-teriak sambil memukul-mukul tiang rumah Ibu S dan menutup akses jalan masuk ke rumahnya.
Mengetahui rumahnya mau dihancurkan oleh sekelompok aktivis tersebut, ibu S mengambil sabit dan dari jarak sekitar 30 meter sambal mengacungkan sabit atau clurit ibu S berteriak agar rumahnya jangan dihancurkan, karena hasil dia beli.
‘’Ibu berusaha menghalau dan mengusir orang-orang yang masuk dan merusak pekarangan rumahnya itu sambil mengacungkan clurit dan berteriak, jangan dihancurkan, itu saya dapat beli,’’ ujar Risang.. Jadi, terang Risang, saat ini ibu S tersebut membela hak miliknya yang akan dirusak dan dihancurkan oleh kelompok orang yang mengaku aktivis itu. Rumah ibu S itu bersertifikat Hak Milik.
‘’Kalau salah satu diantara orang-orang itu merasa ada tanah hak nenek moyangnya yang dilanggar, silahkan gugat sertifikat hak milik dari Ibu S ini. Bukan datang rame-rame, teriak-teriak, menggali pekarangan, merusak rumah orang yang sudah tua, buta huruf, dan sakit-sakitan,’’ sindir Risang.
Rupanya, sambung Risang, salah satu dari kelompok yang masuk dan merusak pekarangan ibu S melapor ke Polres Bangkalan. Dengan berbekal rekaman video saat ibu S mengacungkan clurit, salah satu dari mereka melapor kalau mereka terancam dengan perbuatan ibu S yang mengacung-acungkan clurit dari jarak jauh tersebut.
Singkat cerita, ibu S kemudian ditetapkan sebagai tersangka,
Dua hari kemudian, setelah lapor polisi, kelompok ini kembalki datang ke rumah ibu S, memasang batru pondasi menutup jalan ke pekarangan rumah ibu S. Sehingga suami ibu S kesulitan mencari nafkah, karena jalan keluar masuk becak kayuhnya ditutup oleh pelapor bersama para aktivis tersebut.
‘’Mereka menutup jalan sambil teriak-teriak mengancam, siapapun yang berani membuka penutup jalan akan dibunuh,’’ kata Risang.
Tiga hari setelah itu, para pelapor ini kembali mendatangi ibu S, kali ini meminta uang Rp 30 juta, agar masalahnya bisa beres.
Tentua saja ibu S tidak memberikannya, karena memang tidak punya uang sebesar itu. Rupanya para aktivis ini tidak menyerah, dua hari berikutnya mereka kembali mendatangi ibu S, dan mengatakan kalau tidak punya Rp.30 juta, cukup bayar Rp. 10 juta dulu, biar semua selesai.
Lagi-lagi, ibu S yang hanya mengandalkan nafkah dari becak yang dikayuh suaminya, tidak bisa memenuhi permintaan pelapor dan aktivis yang jadi bekingnya.
‘’Pokoknya, pemuda yang melapor sebagai korban pengancaman ibu S ini datang ke rumah ibu S ini sampai 6 kali. Kan aneh. Orang yang diancam kok terus-yerusan datang ke rumah pengancamnya, marah-marah balik ngancam sambil minta uang,’’ sindir Risang.
Malah, kelompok itu juga melaporkan suami suami ibu S ke Polres Bangkalan dengan tuduhan pengeroyokan. Padahal, pelapor itu diusir oleh suami ibu S dan para tetangga, karena datang ke rumah ibu S malam hari sambil teriak-teriak dan diduga membawa senjata tajam.
‘’Dia yang datang ke rumah orang, teriak-teriak, bawa sajam, diusir warga, lalu lapor ke polisi kalau dikeroyok,’’ tukas Risang. Padahal, saat diusir dia hanya didorong. Keluar dari pekarangan rumah orang yang merasa terganggu dengan ulahnya. ‘’Nanti ujung-ujungnya , bersama para bekingnya, paling-paling memeras dan minta uang,’’ seloroh Risang.
Atas kejadian tersebut, kata Risang, dia meminta kepada Polres Bangkalan untuk memproses juga laporan terhadap para aktivis itu, atas dugaan masuk ke pekarangan orang, melakukan perusakan, dan menutup akses jalan umum.
‘’Ibu S ditetapkan tersangka karena korban melakukan itu. Jadi, proses juga laporan ibu S yang melaporkan kalau para aktivis itu telah masuk pekarangannyanya tanpa ijin, merusak teras, menggali tanahnya, memukul-mukul tiang rumah, dan menutup akses jalan umum,’’ kata Risang.
Karena, itu yang jadi sebab ibu S yang sudah umur 60 tahun dan sakit-sakitan itu, dijadikan tersangka pengancaman, yaitu karena membela haknya, tanah dan rumahnya yang mau dirusak orang yang dibekingi aktivis tidak jelas itu.
‘’Kita akan kawal terus kasus ini. Dan Alhamdulillah, sudah ada sekitar 20 advokat yang menawarkan diri untuk ikut mendampingi ibu S. Beberapa aktivis dari beberapa LSM juga menyatakan siap mendukung agar laporan ibu S terhadap para aktivis tak jelas itu juga diproses, agar adil dan seimbang,’’ pungkas Risang,” Jumat (21/07/2023).
(Red/Hos)