BANGKALAN, LAPAKBERITA.ID – Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di kabupaten Bangkalan telah memasuki tahapan pendaftaran bagi bakal calon kepala desa (Cakades). Pendaftaran bakal Cakades telah dibuka sejak 15-27 Februari 2023.
Sebanyak 149 desa bakal menggelar pesta demokrasi tingkat desa pada 3 Mei 2023 mendatang, akan terasa sengit bagi desa yang mempunyai bakal calon lebih dari 5 orang. Pasalnya, politik bayangan disinyalir bakal mewarnai kompetisi di beberapa desa. Apalagi, dalam aturan tidak ada larangan bagi setiap masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri, meskipun kependudukannya di luar desa yang tengah menggelar Pilkades. Namun, aturan hanya membatasi tidak lebih dari 5 calon.
Pengamat Pilkades, Yodika Saputra mengatakan, fenomena yang terjadi di lapangan, pelaksanaan pilkades serentak bakal sengit. Bahkan, cenderung rawan konflik kepentingan. Sebab, isu jabatan kepala desa menjadi 9 tahun menjadi hal yang menarik, meski dalam tahap pengkajian pemerintah pusat. Ditambah, calon bayangan dalam pilkades menghantui penantang baru. Bahkan, akan menjadi rawan konflik tingkat desa jika penantang yang sesungguhnya tidak lolos dalam seleksi pilkades.
Yodika menjelaskan, sesuai aturan Perbup 51 tahun 2022 pasal 47, bagi desa yang calonnya lebih dari lima, bakal ada uji kompetensi yang dihadapi para bakal cakades. Di situ juga akan menjadi penentu lolosnya bakal cakades menjadi calon. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar lembaga yang telah ditentukan pemkab Bangkalan, bersikap kompeten dalam uji kompetensi ini. Sistem terbuka dalam skoring wajib dilakukan untuk menghindari konflik yang lebih besar.
“Kalau ada cakades di desa tertentu, jumlah pendaftarnya enam, tujuh, delapan atau seterusnya, sesuai aturan bakal ada skoring pendidikan, pengalaman kerja, usia produktif dan uji kompetensi. Di situ akan diranking nilai skoringnya. Hasilnya nanti, 5 calon yang hanya dikompetisikan di desa,” jelasnya Rabu, (22/2/2023).
Oleh karena itu, Dirinya menegaskan berkaitan uji kompetensi, jangan sampai dibuat main-main oleh oknum yang tak bertanggungjawab. Baik untuk meloloskan ataupun tidak meloloskan cakades. Karena itu, penting untuk menggandeng lembaga yang kredibel, kompeten dan independen.
Dia mengungkapkan, kearifan lokal yang ada di Madura itu cukup sensitif dan kuat. Itu menjadi aturan yang tak tertulis. Misalnya, ada calon dari luar desa yang mendaftar di desa tertentu. Secara aturan hukum perundangan tak menjadi masalah. Namun, secara kearifan lokal itu menjadi persoalan. Di situ yang bisa memicu kerawanan konflik di desa.
“Dengan munculnya calon-calon di luar desa yang sedang berkompetisi, itu menjadi ciri-ciri suatu desa disinyalir membentuk calon bayangan. Itu perlu diwaspadai. Apalagi, cakadesnya lebih dari lima calon. Pemkab Bangkalan dan Kepolisian perlu memetakan kondisi tersebut,” ungkapnya.
Disamping itu, berkaitan dengan latar belakang pendidikan cakades juga menjadi isu penting yang ada di desa. Dalam aturan, bakal cakades minimal harus lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun, yang bakal terjadi tidak akan ditemukan Cakades yang lulusan SMP pada desa yang kompetisinya lebih dari 5 calon. Sebab, persaingan ijasah menjadi poin penting bagi cakades.
“Menariknya, pilkades yang lebih dari 5 calon, para bakal cakades ditaksir akan diisi oleh lulusan SMA dan Sarjana. Kompetisinya menjadi semakin menarik. Karena itu menambah nilai skoring pada bakal cakades lebih dari 5 calon. Termasuk pengalaman kerja dalam pemerintahan menjadi tambahan skoring,” paparnya.
Terlepas dari sistem penilaian tersebut, siapapun nantinya yang menjabat usai pesta demokrasi berlangsung haruslah dia kepala desa yang profesional, kredibel, Jujur dan bertanggungjawab serta benar-benar melayani masyarakatnya bukan keluarganya. Karena jika hal ini masih terus dilakukan maka akan banyak kasus yang ditangani APH di daerah karena penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.
(Yas/Zml )