JAYAPURA,LAPAKBERIT.ID – Kasus bom molotov yang menimpa kantor redaksi Jubi di Jayapura, hingga kini belum mendapatkan titik terang. Padahal, peristiwa tersebut telah terjadi sekitar 136 hari yang lalu.
Wakil Ketua III DPR Papua, Supriadi Laling, menyampaikan bahwa DPR Papua telah menerima aspirasi dari Jubi dan koalisi jurnalis setanah Papua.
“Ini bukan kasus remeh-temeh, melainkan kasus serius yang terjadi di depan mata kita. Korban bukan rakyat biasa, melainkan wartawan yang sedang menjalankan tugasnya,” tegas Supriadi di ruang rapat DPR, usai melakukan pertemuan dengan Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua, Kamis (6/3/2025).
Ia mengakui bahwa kasus ini sudah berlangsung hampir 150 hari tanpa kejelasan, dan hal ini menjadi catatan penting bagi DPR Komisi I untuk segera memanggil instansi terkait, termasuk Jubi dan jurnalis yang lain, untuk bersama-sama mengungkap kasus ini.
“Ini adalah kekerasan fisik terhadap wartawan, bukan sekadar ancaman atau intimidasi. Ini menjadi tanggung jawab kita semua, bukan hanya DPR,” Ujar Supriadi.
Ia juga mengatakan, Rasa malu jika kasus ini tidak bisa diungkap.
“Teman-teman jurnalis sudah datang dan melakukan audiensi dengan kami, tetapi kami belum bisa mengawal dengan baik. Ini menjadi catatan untuk kami,” bebernya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR Papua, Tan Wie Long, menyampaikan bahwa DPR telah menerima audiensi dan rapat dengar pendapat dengan koalisi jurnalis setanah Papua.
“Kami telah mendengar semua aspirasi yang ada. Sebagai lembaga perwakilan rakyat, kami akan melaksanakan berbagai kegiatan dengan komponen-komponen di tanah Papua untuk mendorong penyelesaian kasus ini,” ucapnya.
Tan Wie Long juga menyebut bahwa DPR akan segera mengundang pihak kepolisian Polda Papua dan TNI (Kodam) untuk membahas proses hukum yang sedang berjalan.
Anggota DPR Papua Fraksi Partai Golkar, Adam Arisoy, menambahkan bahwa Jubi telah melakukan berbagai upaya, termasuk demo ke Polda dan pertemuan dengan Kodam, untuk mendorong pengungkapan kasus ini.
“Selain dukungan dari DPR, Jubi juga memiliki jaringan media lainnya. Saya usulkan agar kasus ini terus diberitakan dan diunggah ke media, karena media adalah pilar ke-4 demokrasi,” Kata Adam.
Ia menegaskan bahwa media memiliki peran penting dalam mendorong penyelesaian kasus ini secara transparan.
Namun ia berharap agar kasus ini dapat segera diungkap dan pelaku serta motif di baliknya diumumkan kepada publik.
“Kami optimis, jika kita bersatu, tidak ada hal yang tidak bisa kita perjuangkan,” ungkap Tan Wie Long.
Kuasa hukum Jubi, Gustaf Kawer, menyebut bahwa pihaknya telah mengupdate semua kronologi, masalah, dan kejanggalan dalam proses hukum.
Ia menegaskan bahwa konstruksi saksi, barang bukti, dan pembuktian sudah cukup untuk menetapkan tersangka. Namun, proses hukum terkesan lamban dan tidak serius ditangani oleh kepolisian dan Polisi Militer (POM).
“Kami hanya butuh keseriusan dari Pom dan Polisi untuk mengumumkan pelakunya,” tegas Gustaf Kawer.
Menurutnya, proses penanganan kasus yang seharusnya mengikuti Kitab Undang-Undang Hukum Acara justru terkesan berbelit-belit.
“Berkas dilimpahkan ke Kodam, kemudian dikembalikan ke Polda, tidak langsung ke Ditreskrim, malah dititip di SPKT atau pos penjagaan. Ini tidak profesional,” Selanjutnya.
Gustaf Kawer menambahkan, jika kasus ini tidak diungkap secara optimal, hal ini akan menjadi penilaian buruk bagi penegakan hukum di Papua.
“Dan masyarakat akan bertanya-tanya, mengapa kasus yang terjadi di dekat pos polisi dan pos tentara, bahkan di tengah kota, justru tidak jelas penyelesaiannya,” Tutur Gustaf. (Mia)