JAKSEL, LAPAKBERITA.ID – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Nasional Corruption Watch (NCW) kembali menggelar konfrensi pers di Kantor DPP NCW yang berada di bilangan Pancoran Jakarta Selatan, Senin (6/11/2023).
Kali ini, NCW menduga bahwa putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) masuk angin dan belum bersih dari Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN).
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dijadwalkan membacakan putusan akhir mereka terhadap seluruh aduan soal dugaan pelanggaran etik, Selasa 7 November, Hari ini pada pukul 16.00 WIB, di Gedung MK, Jakarta. Sidang putusan ini akan didahului sidang pleno.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie sejak diangkat menjadi ketua MKMK terus mendapat sorotan lantaran anaknya merupakan pengurus Partai Gerindra. Kredibilitas Jimly kerap dipertanyakan sebagai pengadil sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman dan Hakim MK lainnya. Diketahui, anak Jimly merupakan Wakil Sekjen DPP Gerindra bernama Robby Ferliansyah Ashiddiqie.
“Seperti yang pernah kami lontarkan sebelumnya pada podcast NCW Jumat (03/11/2023), bahwa ada keraguan kami di DPP NCW secara mendasar terhadap keputusan yang akan dikeluarkan MKMK besok, karena Ketua MKMK memiliki sejarah keterikatan emosional dengan Prabowo dan anaknya pun kader Gerindra,” ujar Hanif Ketum DPP Nasinal Corruption Watch (NCW).
Seperti diberitakan, MKMK sudah memeriksa sejumlah orang yang melaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. MKMK juga telah memeriksa Anwar Usman dan hakim konstitusi lainnya, yakni Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Manahan Sitompul, Suhartoyo, Daniel Yusmic, Guntur Hamzah, dan Wahiduddin, terkait laporan ini.
Para Hakim MK ini dilaporkan soal dugaan pelanggaran etik terkait putusan yang dibacakan pada 16 Oktober lalu, yakni putusan atas gugatan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres-cawapres. Sebagaimana diketahui, putusan itu memutuskan capres-cawapres usia di bawah 40 tahun bisa maju pilpres asalkan sudah punya pengalaman menjadi kepala daerah.
Jika melihat dari pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman terkait Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 17 ayat 3, 4 dan 5, UU 48 Tahun 2009, mestinya tidak ada keraguan bagi MKMK untuk memutuskan Anwar Usman telah melakukan pelanggaran etik berat dengan memanfaatkan relasi kuasa dalam memutuskan gugatan Judicial Review yang menghasilkan Keputusan MK No. 90 yang sangat kontroversial dan sangat mencederai peradilan yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
“Selain pelanggaran kode etik yang dapat memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK, kami juga menilai Anwar Usman juga melanggar UU 28 Tahun 1999 terkait Penyelenggaraan Negara yang bebas dan bersih dari KKN. Hukum pidananya lumayan lho, paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah),” jelas Hanif memaparkan.
Keputusan MK No 90 yang memberikan karpet merah kepada Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi telah menyulut kemarahan masyarakat pro-demokrasi dan menimbulkan pro-kontra yang dapat memicu konflik horizontal yang dimulai dari perang opini di media sosial. Jika kondisi ini terus berkembang dan eskalasi pro-kontra terus meningkat, dikhawatirkan akan terjadi benturan yang akan memperburuk citra pemerintahan Jokowi yang telah dinilai tidak pro demokrasi dan cenderung korup.
DPP NCW menduga keterlibatan para pembantu Presiden Jokowi dalam mengawal hasil putusan MKMK tetap terlihat, bahkan kelihatan lebih massive dengan memunculkan opini-opini kontra terkait “politik dinasti bukanlah sebuah dosa” seperti yang diungkapkan Fahri Hamzah Waketum Partai Gelora pada sebuah acara di televisi nasional. Oknum-oknum menteri yang diduga “dipercayakan” Jokowi mengatur berjalannya orkestrasi lolosnya Gibran menjadi Capres Prabowo, seperti Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menkominfo Budi Arie Setiadi, Wamendes Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, masih “bekerja keras sesuai arahan pak lurah” menurut sumber informasi terpercaya NCW.
Kuatnya dugaan telah masuk anginnya MKMK, sehingga keputusan yang akan dikeluarkan MKMK Selasa besok akan ‘jauh panggang dari api’ alias tidak akan mengubah Keputusan MK No 90, dan lebih jauh lagi, Anwar Usman tidak akan mendapatkan sanksi berat atas pelanggaran kode etik yang dilakukannya.
Upaya-upaya orkestrasi oleh para pembantu Jokowi masih terus berlangsung, bahkan untuk menjaga agar Prabowo-Gibran tetap berpasangan, telah beredar ajakan aksi 10.000 masa aksi menjaga MK dari relawan Prabowo-Gibran yang menamakan diri ‘Rumah Nusantara.
“Ada-ada saja upaya oknum-oknum pembantu Jokowi ini, kenapa juga harus dijaga MK dengan ribuan masa aksi jika kebenaran yang akan disampaikan MKMK? Sudah banyak sekali Polisi dan TNI yang berjaga-jaga di luar MK. Yang seperti ini bisa memicu konflik nantinya jika pendukung pasangan Capres-cawapres lain mengonsentrasikan masa aksi juga,” ujar Hanif mengkhawatirkan kondisi yang berkembang saat ini.
Meskipun Jimly menegaskan jika MKMK telah memeriksa bukti-bukti para pelapor terkait dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi. Pihaknya pun telah membuat kesimpulan yang akan disusun menjadi putusan.
“Namun, kami di NCW tetap meragukan apa yang disampaikan oleh Ketua MKMK ini, sama-sama kita lihat aja besok, apa dugaan kami ini salah atau benar seperti dugaan-dugaan kami sebelumnya,” jelas Hanif mengakhiri diskusi dengan awak media.
(Sup)